Jumat, 22 Maret 2013

Pernalaran Deduktif


Pernalaran Deduktif

Pernalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, beberapa orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam pernalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil simpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Jika seseorang melakukan pernalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat - syarat dalam menalar dapat dipenuhi, diantaranya :
1.      Suatu pernalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah
2.      Dalam pernalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semuapremis harus benar.
Dalam metodenya, pernalaran terbagi atas dua jenis, yaitu pernalaran induktif dan pernalaran deduktif. Namun pada kesempatan kali ini, saya hanya akan menjelaskan secara lebih rinci mengenai pernalaran deduktif.
Pernalaran deduktif adalah suatu pernalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu simpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Dengan kata lain, pernalaran deduktif adalah proses pernalaran untuk menarik simpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum. Proses pernalaran ini disebut deduksi. Simpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Simpulan harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya yaitu premis minor dan premis mayor. Premis mayor adalah pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus.  Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa simpulan yang ditariknya juga benar. Mungkin saja simpulannya itu salah, meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan simpulannya tidak sah.
Dengan demikian, ketepatan penarikkan simpulan tergantung dari tiga hal yaitu:
1)     kebenaran premis mayor,
2)     kebenaran premis minor, dan
3)     keabsahan penarikan simpulan.
Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan simpulan yang ditariknya akan salah.
Penarikan simpulan deduktif dibagi menjadi dua, yaitu penarikan langsung dan tidak langsung.
1.     Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu posisi tempat menarik simpulan.
Simpulan secara langsung :
1)     Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh :
Semua manusia mempunyai rambut. (premis)
Sebagian yang mempunyai rambut adalah manusia. (simpulan)
2)     Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh :
Semua pistol adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun pistol adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
3)     Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh :
Tidak seekor pun gajah adalah jerapah. (premis)
Semua gajah adalah bukan jerapah. (simpulan)
4)     Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu-pun S adalah tak P. (simpulan)
Tidak satu-pun tak P adalah S. (simpulan)
Contoh :
Semua kucing adalah berbulu. (premis)
Tidak satu pun kucing adalah tak berbulu. (simpulan)
Tidak satupun yang tak berbulu adalah kucing. (simpulan)

2.     Penarikan simpulan secara tidak langsung
Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum atau biasa disebut premis mayor dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus atau biasa disebut premis minor.
Jenis pernalaran deduksi dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu :
1)     Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan simpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (simpulan). 
Macam-macam Silogisme :
a.       Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan simpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam simpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam simpulan disebut premis minor.
Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang kekal
Premis Minor : Socrates adalah manusia
Simpulan : Socrates tidak kekal
b.      Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis (jika …) , premis minor, dan simpulan.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis, diantaranya :
1.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh :
Premis mayor : Jika hujan, saya naik becak.
Premis minor : Sekarang hujan.
Simpulan : Jadi saya naik becak.
2.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Contoh :
Premis mayor : Bila hujan, bumi akan basah.
Premis minor : Sekarang bumi telah basah.
Simpulan : Jadi hujan telah turun.
3.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh :
Premis mayor : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Premis minor : Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Simpulan : Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh :
Premis mayor : Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Premis minor : Pihak penguasa tidak gelisah.
Simpulan : Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Kaedah- kaedah Silogisme Hipotesis :
Mengambil konklusi dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah :
1.      Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2.      Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3.      Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4.      Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana
c.       Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
Premis Mayor : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Premis Minor : Nenek Sumi berada di Bandung.
Simpulan : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

2)     Entimen
Entimen atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek karena silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh :
Rumus Entimen :
PU : Semua A = B : Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK : Nyoman pegawai yang baik.
S : Nyoman tidak pernah datang terlambat
Entimen : Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik