Dilema ASI bagi Ibu Terjangkit HIV
(Rahmayanti)
Seorang bayi lahir, ia boleh digendong dan sekamar dengan ibunya. Pun boleh dimandikan dan di belai ibunya, seperti layaknya ibu dan anak. Malangnya, ia tidak berkenan mendapat ASI ibu, karena sang ibu yang melahirkan di rumah sakit Bojonegoro, Jawa Timur, Senin (9/5) itu dalam keadaan terinfeksi HIV (Human Immuniondeficiency Virus) penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Kasus ini yang pertama di indonesia. Tidak pelak, peristiwa ini menghadirkan kontroversi pendapat. Dipihak satu pihak, langkah tersebut di tempuh menghindarkan kemungkinan bayi tertular HIV. Tetapi adapula yang menyayangkan tindakan ini, alasannya, manfaat ASI jauh lebih penting daripada kemungkinan ASI menjadi media menularkan HIV/AIDS yang masih dalam perdebatan di dunia.
Pendapat terakhir ini lebih bersifat kemanusiaan. Secara psikologis, memang tidak bisa di pungkiri, betapa seratnya makna yang terjalin pada saat ibu menyusui anaknya, disamping manfaat gizinya. Ini dilontarkan oleh dr. Nafsiah Mboi, D . S . A ., M. P. H, dokter ahli anak yang juga anggota komisi VIII DPR menanggapi kasus SMR,18,pengidap HIV, yang baru melahirkan bayinya.
Nafsiah mengutarakan penularan HIV melalui ASI, sebenarnya masih melalui perdebatan. Menurut dr. Suryadi Gunawan, Ketua kelompok kerja penelitian AIDS, “Penularan AIDS melalui ASI sebesar 5%-10% artinya 1 dari 10 bisa terkena.”
Bagaimanapun, sudah ada penularan HIV/AIDS melalui ASI meski angkanya kecil. Prof.Dr.dr Ari Hariyanto, ahli Hematologi yang juga ahli AIDS, kepada editor menjelaskan, selain melalui ASI, Virus HIV bisa beralih kepada orang lain melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan ketika bayi masih berada dalam kandungan. Sebab virus HIV terdapat dalam darah, cairan Vagina, Cairan mani dan ASI.
Ketika dalam kantungan, zat antibodi terhadap virus HIV dari ibu masuk melalui flasenta ibu yang berhubungan dengan flasenta bayi, dan kemudian masuk ke dalam darah bayi. Yang di khawatirkan, virus akan masuk kedalam tubuh bayi bila ada luka kecil pada bayi yang tidak ketahuan, dan si ibu juga mempunyai luka. Bisa juga tertular ketika menyusui, manakala putting susu ibu lecetr dan menimbulkan sedikit darah, atau mulut bayi terluka.
Resiko penularan ibu yang terkena virus HIV kepada bayinya lebih kurang 30%, yaitu yang berasal ketika bayi dalam kandungan, ketika menyusui dengan ASI, dan ketika melahirkan. “Oleh karena itu, maka sebaiknyalah si bayi tidak di susui ibunya, sebab bila ternyata bayi tertular, mencegahnya akan terbebani dari segi biaya.
Deteksi virus HIV pada bayi bisa di lakukan dengan 4 cara, bila sebelum bayi berusia 16 bulan. Yakni dengan cara PCR (Polimirace Chain Reaction), Antigen P-24 assay dari produksi antibodi invitro, dan mendeteksi antibodi jenis lgA-Imunoglobin A- (bila terdapat pada bayi, berarti bayi memproduksi anto bodi sendiri yang berarti ada virus HIV).
Sumber : Paulus S Hutomo dan Diana Pujiningsih (Jakarta), Abdul Salam (Surabaya).
Dengan perubahan seperlunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar